Pernah Disakiti? Mari Merefleksikan Ingatan

BeritaBenua.com —
Beritabenua
BeritabenuaPenulis
Ilustrasi/Pinterest

OPINI, Setelah bosan mengunjungi semua desa yang masih menyimpan hutan keramat, aku akan ke kota menelusuri sungai yang telah lama kehilangan ikan sebab sudah jadi aliran bahan kimia mematikan.

Aku akan mendatangi legenda yang sudah berusia ribuan tahun namun masih tetap kuat menyimpan sebuah nama. Aku juga mesti mendatangi tempat di mana aktivitas manusia sudah banyak diganti mesin, aku penasaran melihat teknologi menyulap hutan jadi kota secepat kilat.

Dari perjalanan itu, aku bisa mengerti bagaimana menjaga sebuah nama hingga ribuan tahun, pun menyulap semua ingatan jadi baru dan menyelesaikan segala sengketa di kepala dengan teknologi secepat kedipan mata, atau sesingkat tarikan napas.

Di samping itu, aku akan keliling dunia untuk mengunjungi semua tempat yang bisa mengalihkan ingatan. Aku akan menjadi lelaki seperti mereka, membenci dirinya sendiri sebab masih mencintai perempuan yang sama.

Perempuan yang semula hanya mengungsi namun enggan menjauh, lalu memilih menjadi pribumi di pelataran sebuah hati.

Menjadi petualang, lelaki sepertiku akan sangat haus dan sedikit lelah. Sesekali aku harus istirahat, menulis dan membaca dengan harapan tidak mengingat terlalu banyak.Tetapi ingatan bukan kendaraan yang mesti tunduk pada rambu-rambu, ia bebas menyiksa dan selalu lepas dari jeratan hukum positif.

Entah seberapa botol bir lagi yang harus kuteguk, membiarkan semua airnya meresap di pori tubuhku menjadi mabuk dan melupa seisi dunia, sementara botolnya akan terus pecah di lantai, kemudian kepingannya menyayat-nyayat lengan, melukis ledakan tragedi lewat aliran darah panas dengan luka yang menganga.

Beberapa saat aku kembali siuman, berharap bisa melanjutkan perjalanan, menyusuri penjuru dunia dan berharap agar tidak lagi dirindukan. Sebab jejak langkah pertama dari perjalanan ini sudah menyisakan bekas, perpisahan.

Entah bagaimana perpisahan masih menjadi polemik bagi manusia, beberapa orang mengutuknya, tetapi beberapa lainnya merasa beruntung dan selamat oleh kejadian itu sendiri.

Melanjutkan perjalanan ke pengasingan, paling tidak aku ke pantai di Laut Mediternia, di sana aku bisa belajar bagaimana benua Afrika dengan Eropa dipisahkan dengan sangat apik.

Seperti itulah keinginanku, memisahkan tubuh ini dengan ingatan yang semestinya menetap di kediamannya sendiri. Kecuali aku kalah dan mengimani Sisifus, berakhir mencintai takdir.

Ada yang pernah bilang bahwa kepemilikan selalu dekat dengan kehilangan, saat kehilangan ikhlas adalah pilihan terbaik untuk menjadi manusia dewasa, kata mereka. Tetapi entah kenapa samapai hari ini aku masih menganggap kalimat tersebut sebagai kebohongan besar.

Ilmuan Eropa bekerja keras untuk membuktikan suatu penemuan baru, yaitu menghapus ingatan yang menyiksa di dalam otak manusia. Hasil penemuan tersebut tentu akan sangat berpengaruh di dunia, orang-orang akan rela membayar mahal demi mengubah memori ingatannya tentang masa lalu.

Kemajuan teknologi memungkinkan kebahagiaan lebih mudah diakses, tapi itu hanya ada dalam wilayah rasional. Sementara kecamuk dalam diriku belakangan ini, sungguh irasional. Teknologi masih kesulitan menjangkau misteri dalam diri manusia yang diberi nama, cinta.

Lao Tzu pernah bilang, masa depan tergantung apa yang kau pikirkan saat ini. Aku menjadi kagum pada filsuf China itu, segala aktivitas menjadi kaku, semua impian seolah semua. Bermula dari pikiran yang demikian kacau.

Tetapi aku juga percaya kekuatan waktu merubah keadaan. Membuat manusia terbiasa dengan kehilangan, kesendirian, kesepian dan berbagai polemik lainnya yang menyiksa di awal. Derita selalu berakhir menjadi gembira, tetapi keraguan ini selalu lebih kuat untuk pameo semacam itu. Sehingga satu-satunya pegangan dalam diriku adalah minimal semuanya jadi cerita.

Beberapa filsuf memilih jalan sunyi yang berakhir menggemparkan, intelijen melewati jalan rahasia untuk menemukan keajaiban informasi, dan kita semua yang sendiri akan terbiasa dengan semua ini. Kita akan menjadi mereka, berusaha memperoleh ilham yang menjadikan hidup ini luar biasa.

Ingatan-ingatan tentang masa lalu memang akan menyiksa untuk beberapa waktu. Tetapi, aku yakin manusia tidak dibenturkan pada kenyataan pahit, selain untuk menjadikannya lebih kuat. Para petani di desa-desa tak pernah bicara cinta, mereka hidup rukun dengan bingkai cerita seadanya, namun selalu terlihat bahagia.

Dari situlah aku mencurigai percakapan. Saat menyaksikan pertikaian-pertikaian yang dipertontonkan dengan harga murah di pinggir jalan oleh mereka yang telah berbusa mulutnya menyebut kata cinta. Seolah semakin mudah kata itu diucap, mudah pula memuakkan.

Ada benarnya, kata-kata tak perlu bila manusia saling memahami. Gloria Swanson telah mendeklarasikan hal tersebut jauh sebelum aku lahir. Baginya manusia tak perlu banyak bicara sebab ia telah punya wajah. Mengingat semua itu, membuat kita menjadi ketakutan bahkan untuk sekedar berbisik, “Ini hanya kehilangan!”.

Tim Editor

Beritabenua
BeritabenuaEditor

Berita Terkait

Cover
Opini

Merayakan Kemerdekaan, Merawat Kebhinekaan.

Bahrul.M (Alumni Sarjana Antropologi UNM) sekitar 1 bulan lalu

Baca
Cover
Opini

Pilkada Sinjai 2024, Korelasi Kemajuan Zaman dengan Kepemimpinan Perspektif Leluhur

A. Syahrul Paesa, S.IP sekitar 2 bulan lalu

Baca
Cover
Opini

Bukan Sekedar Agenda Politik, Pilkada Momentum Cari Pemimpin yang Berkualitas

Beritabenua sekitar 2 bulan lalu

Baca
Cover
Opini

Gerakan Kepemimpinan Berdampak, IPM Sulsel Usulkan Pilar Triple K

Beritabenua 3 bulan lalu

Baca
Cover
Opini

Menyelami Esensi Idul Adha, Lebih dari Sekedar Sembelih Hewan Kurban

Titik Puspita 3 bulan lalu

Baca

Baru