OPINI, Beritabenua- Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan bagian terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya Indonesia yang menganut sistem demokrasi. Pilkada adalah proses dimana rakyat memberikan mandat dan legitimasi kepada calon pemimpin daerah dengan harapan, calon yang terpilih dapat memperjuangkan kepentingan rakyat.
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan di selenggarakan pada 27 November 2024 mendatang, sebagai mekanisme demokrasi yang harus dilandasi semangat kedaulatan rakyat dan dilaksanakan secara demokratis.
Pilkada yang demokratis akan menguatkan sistem demokrasi di Indonesia yang membutuhkan partisipasi politik yang baik dari warga negara. Untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis dibutuhkan peran Masyarakat khususnya kepala desa dan perangkat desa.
Mengapa demikian?, karena pusat pemungutan dan perhitungan suara berada di Desa. (Cucu, 2017).
Kepala desa merupakan birokrat yang mempunyai kekuasaan tertinggi ditingkat desa, dimana kepala desa sangat berperan penting terhadap proses berjalannya pemerintahan desa menuju kesejahteraan Masyarakat.
Selain sebagai pemimpin desa, kepala desa juga merupakan elit lokal yang sangat berpengaruh bagi Masyarakat. Besarnya pengaruh kedudukan kepala desa terhadap Masyarakat sering menjadikannya sebagai panutan bagi Masyarakat.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat pemerintah desa, sering terdapat kepala desa yang terlibat politik, Dimana ia berperan sebagai penggerak politik di Masyarakat. Hal ini sangat bertolak belakang dengan yang semestinya.(Bilatu, 2016).
Kepala desa dan perangkat desa yang tidak netral dianggap sebagai sinyal bahaya. Menurut Devi Darmawan, seorang peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) jika aparat pemerintahan, dalam hal ini kepala desa dan perangkat desa tidak netral akan mempengaruhi Masyarakat dan membuat persaingan tidak seimbang jika mereka memihak pada salah satu calon.(Kompas.com, 2023).
Netralitas dari kepala desa dan perangkat desa sangat dibutuhkan sehingga benar-benar tercipta situasi yang sama-sama kita rindukan, yakni kepentingan Masyarakat tersalurkan dengan baik tanpa intervensi dan tekanan dari wakilnya (kepala desa dan perangkat desa).
Larangan kepala desa dan perangkat desa ikut berpolitik praktis tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 huruf G disebutkan kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan huruf J kepala desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilu dan/atau Pilkada. Pasal 51 huruf G juga menyebutkan perangkat desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf J disebutkan perangkat desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilu dan Pilkada. (Wahyuni, 2023).
Dalam undang-undang diatas sangat jelas digambarkan bahwa kepala desa dan perangkat desa memiliki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis begitupun dengan perangkat desa. Netralitas kepala desa dan perangkat desa sangat penting, untuk mencegah gangguan demokrasi dalam pilkada, hal ini juga merupakan salah satu pelanggaran Undang-undang atau tindak pidana.
Oleh karena itu, berdasarkan dengan ketentuan regulasi diatas kepala desa dan perangkat desa harus menaati dan menjalankannya dalam kehidupan berdemokrasi menjelang Pilkada, apabila dilanggar maka ada sanksi administrasi atau pidana yang merugikan diri sendiri. (Hirman, 2023).
Apabila dilihat dari sudut pandang kajian ilmu pemerintahan. Perangkat desa atau kepala desa yang ikut dalam politik praktis, dianggap tidak etis karena merusak tatanan demokrasi dan sistem yang ada di Indonesia. Kesejahteraan akan sulit tercapai, jika sistem pembungkaman terus dilakukan melalui ketidaknetralan kepala desa atau perangkat desa dalam Pilkada. Oleh karena itu, netralitas sangat penting untuk menunjang sistem demokrasi yang ada di Indonesia.O
Penulis: Nazirah (Ketua komisariat Al-Farabi HMI MPO Cabang Sinjai)