SINJAI, Beritabenua- Pasca aksi demonstrasi yang berbuntut penganiayaan, banyak kecaman datang dari beberapa pihak salah satunya dari Himpunan Mahasiswa prodi Hukum Pidana Islam (HPI) UIAD Sinjai.
Pihak Himaprodi HPI UIAD Sinjai, sangat menyayangkan insiden tersebut di mana kebebasan berekspresi serta berpendapat di muka umum itu tegas diatur dalam konstitusi sebagai payung hukum dalam menjalankan demokrasi, katanya saat ditemui saat kontributor Beritabenua.com, Jumat (27/12).
Sebelumnya aksi demonstrasi yang dilakukan GMNI dan aliansi masyarakat Desa Terasa menggugat terkait jalanan rusak didepan halaman kantor PUPR mendapat perlakuan tak mengenakkan, pasalnya salah satu oknum ASN dinas PUPR melayangkan tamparan keras ke muka salah satu pendemo yakni, Taufik
Diketahui, Taufik adalah mantan ketua umum Himaprodi HPI yang di mana beliau merupakan kader terbaik Himaprodi, beliau juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan demokrasi.
Sementara menurutnya, perlakuan oknum pegawai Dinas PUPR, menjadi tamparan keras sekaligus hinaan bagi Himpunanya.
“Bumi Panritta Kitta dikenal dengan nilai leluhur yang kental yakni, sipakatau, sipakalebbi, sipakainge dalam filosofi Bugis, ketika ditafsirkan saling menghormati, menghargai dan saling mengingatkan antar sesama bukan memperlihatkan sikap premanisme dan arogansi yang seolah olah ingin menghilangkan citra dari leluhur tersebut” kata pengurus Himaprodi HPI, Rehan. Sabtu (28/12).
“Olehnya itu sebagai bentuk solidaritas kawan seperjuangan, kami mendesak kepada Polres Sinjai agar mengaudit dan mengatensi dengan serius sesuai dengan mekanisme konstitusi yang ada atas tindakan premanisme yang diduga dilakukan oleh Muh. Nurbadri Hatta, S.T M.eng selaku pegawai dinas PUPR Kabupaten Sinjai terhadap mahasiswa atas nama Taufik yang kami nilai tidak berperikemanusiaan” terangnya.
Lanjut dia katakan, sebagai negara hukum yang menganut asas equality before the law, keseteraan itu sama di mata hukum.
"Kepala Dinas PUPR Sinjai, Haris Achmad, dan polisi yang ada di lokasi tidak menunjukkan reaksi empati. Mereka seolah membiarkan mahasiswa dianiaya tepat di depan mereka. Ini tindakan yang sangat tidak etis," sebutnya.
Mahasiswa Hukum UIAD Sinjai Rehan, khawatir intoleransi dan kekerasan sebagai pola umum yang digunakan untuk melakukan pembatasan-pembatasan terhadap aktivis mahasiswa karena dianggap menggangu ketertiban umum
“Padahal, bentuk kebebasan berekspresi dan pengamalan ini harus dijamin oleh Negara sebagaimana Pasal kebebasan berpendapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) adalah Pasal 28E ayat (3) yang berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat" tambahnya.
Selain dari itu Mahasiswa UIAD juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak lanjuti polemik yang terjadi dan memastikan tak ada lagi diskriminasi dan kekerasan seperti ini.
“Memastikan tidak adanya keberulangan tindakan diskriminatif maupun kekerasan bagi siapa pun di wilayah pemerintahannya dalam hal penikmatan hak atas kemerdekaan untuk menyampaikan aspirasi ,” Ucap Rehan.