OPINI, Beritabenua.com - Idul Adha, momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban dan menyantap dagingnya. Di balik tradisi yang telah mengakar kuat ini.
Idul Adha (bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah hari raya terbesar dalam agama Islam. Hari raya ini memperingati kesediaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya, Ismail, sebagai wujud ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Penyembelihan qurban ketika hari raya Idul Adha disebut dengan al udh-hiyah, sesuai dengan waktu pelaksanaan ibadah tersebut. Sehingga makna al udh-hiyyah menurut istilah syar’i adalah hewan yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, dilaksanakan pada hari an nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat tertentu.
Dari definisi ini, maka yang tidak termasuk dalam al udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih bukan dalam rangka taqorrub pada Allah (seperti untuk dimakan, dijual, atau untuk menjamu tamu). Begitu pula yang tidak termasuk al udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih di luar hari tasyriq walaupun dalam rangka taqarrub pada Allah. Begitu pula yang tidak termasuk al udh-hiyyah adalah hewan untuk aqiqah dan al hadyu yang disembelih di Mekkah.
Udhiyah pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’am: 162). Di antara tafsiran an nusuk adalah sembelihan, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah. Az Zajaj mengatakan bahwa bahwa makna an nusuk adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah ‘azza wa jalla, namun umumnya digunakan untuk sembelihan.
Pada hari Idul Adha, umat Islam melakukan penyembelihan hewan kurban, seperti sapi, kambing, atau domba. Daging kurban kemudian dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga.
Idul Adha juga merupakan puncak dari ibadah haji, di mana jutaan umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di Mekkah untuk melakukan rangkaian ibadah haji.
Melampaui tradisi dan perayaan, Idul Adha membawa makna mendalam bagi umat Islam. Di balik ritual penyembelihan hewan kurban, terkandung nilai-nilai luhur yang patut direnungkan dan diimplementasikan dalam kehidupan. Mari kita selami lebih dalam esensi Idul Adha:
1. Ketaatan Mutlak kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Idul Adha menjadi simbol ketaatan tanpa batas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam yang rela mengorbankan putranya, Ismail Alaihissalam, atas perintah Allah, menjadi contoh nyata ketundukan dan keyakinan penuh kepada Sang Pencipta. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu patuh pada perintah Allah, seberat dan sesulit apapun itu.
2. Pengorbanan dan Kedermawanan:
Penyembelihan hewan kurban melambangkan pengorbanan dan kedermawanan. Daging kurban dibagikan kepada fakir miskin, yatim piatu, dan kaum dhuafa. Hal ini menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama, serta mendorong kita untuk berbagi dan membantu mereka yang membutuhkan.
3. Menaklukkan Nafsu dan Ego:
Kesediaan Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk mengorbankan Ismail Alaihissalam menunjukkan pengendalian diri yang luar biasa. Beliau mampu menaklukkan rasa sayang dan egonya demi menjalankan perintah Allah. Hal ini mengajarkan kita untuk melawan hawa nafsu dan egoisme, serta mendahulukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Pendekatan Diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Idul Adha menjadi momen untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Melalui ibadah kurban, kita memohon ampunan atas dosa dan kesalahan, serta memohon ridha dan rahmat-Nya. Dengan hati yang suci dan penuh ketulusan, kita berharap mendapat pahala yang berlipat ganda.
5. Mempererat Tali Persaudaraan:
Perayaan Idul Adha menjadi sarana untuk mempererat tali persaudaraan antar umat Islam. Silaturahmi, saling memaafkan, dan berbagi kebahagiaan bersama keluarga, tetangga, dan kaum dhuafa, menguatkan rasa persatuan dan solidaritas dalam komunitas Muslim.
Esensi Idul Adha bukan hanya tentang ritual penyembelihan, tetapi tentang nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Mari jadikan momen ini sebagai refleksi diri untuk meningkatkan ketaatan, pengorbanan, dan kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, kita dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.