Pemilih Pemula, Jangan Golput

BeritaBenua.com —
Beritabenua
BeritabenuaPenulis
Akbar G

OPINI, Hajatan demokrasi telah menanti di depan mata. Tak kurang dari satu bulan, tepatnya pada tanggal 14 Februari tahun 2024, segenap warga Indonesia yang telah memiliki hak pilih akan melakukan pesta demokrasi untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 guna memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta para anggota legislatif (DPR RI, DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) untuk periode 2024-2029.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Tak hanya itu pemilu juga disemarakkan oleh 24 partai yang telah lolos verifikasi administrasi dan faktual, terdiri dari 18 partai nasional dan 6 partai lokal aceh.

Berkaca daripada data Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada sebanyak 56,4% pemilih pemula (17-21 tahun). Artinya, persentase ini sudah melebihi setengah dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Mereka diharapkan untuk bisa menggunakan hak pilihnya, karena suara mereka sangat berpengaruh besar bagi hasil pemilu. Singkatnya, merekadiminta ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pimpinan negara.

Dalam kacamata seorang Herbert McClosky menyebut hal ini sebagai partisipasi politik, yaitu kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Prof. Dr. Anna Erliyana, SH., MH, Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia berpendapat bahwa “pemilih pemula dalam konteks pemilu, mereka berada dalam pusaran antara antusiasme dan apatisme politik”.

Artinya, pada satu sisi mereka memiliki gelora semangat, rasa ingin tahu yang besar seputaran pemilu. Mereka berselancar di dunia maya dan media sosial. Namun disisi lain, tidak sedikit pula lebih memilih untuk tidak menyalurkan hak pilihnya/apatis atau golput. Beberapa alasan yang sering dikemukakan adalah merasa tidak ada pilihan yang memadai, kecewa dengan kinerja para calon, tidak terfasilitasi, tidak tahu adanya pemilu atau bahkan merasa tidak tertarik pada isu politik.

Mereka hanya menyukai hiburan dan mementingkan diri sendiri, hingga cuek dengan isu-isu terkini. Kebanyakan dari mereka mengasumsikan situasi politik Indonesia dengan sentimen yang negatif. Analisis sentimen yang kerap muncul adalah kata kacau, rumit, runyam dan berantakan.

Semua pemilih pemula seharusnya menyambut hajatan demokrasi dengan gegap gempita dengan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Meskipun, dalam hajatan kali ini tidak ada hidangan berupa kambing guling yang disuguhkan, tidak ada acara dansa ataukah pembagian hadiah.

Perlu ditanamkan dalam pikiran bahwa golput/apolitis (apoliticals) bukanlah solusi yang tepat untuk mewujudkan Indonesia yang Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur kedepannya.

Menurut hemat penulis sendiri berikut beberapa alasan mengapa pemilih pemula tidak boleh golput

1. Golput mempengaruhi kualitas demokrasi.

Salah satu ciri daripada negara demokrasi adalah adanya pemilihan umumuntuk menentukan pemimpin dan wakil rakyat di suatu negara yang melibatkan seluruh masyarakat. Tentu saja hal ini dibutuhkan partisipasi masyarakat yang tinggi untuk membangun demokrasi yang kuat dan stabil.Sehingga pimpinan negara tanggap terhadap kebutuhan ataukah aspirasi masyarakat dan tidak cenderung memlayani kepentingan kelompok tertentu.

2. Golput mempengaruhi keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah.

Semakin banyak masyarakat yang ikut serta dalam pemilu, semakin besar pula kekuatan politik yang dimiliki oleh masyarakat dalam upaya menjaga marwah dan stabilitas politik.

3.Golput tidak menghormati hak suara.

Tidak memberikan hak suara, sama halnya dengan meremehkan hak yang sudah diberikan kepada kita sebagai warga negara dan tidak menaruh perhatian terhadap negara.

Tidak ada alasan lagi untuk tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) setempat dan memilih pada Rabu, 14 Februari 2024. Dengan ini, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik (Political Efficacy) untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah dan mempengaruhi alokasi nilai secara otoritatif untuk masyarakat.

Terakhir, pemilih pemula jangan memegang prinsip NPWP (Nomor Piro Wani Piro). Hal ini tentu saja mencederai dan membegal demokrasi bangsa ini. Mari pemilih pemula, gunakan hak suara dan ayo ke TPS. Pemilu 2024, Pemilu Berintegritas.

Penulis: Agbar G (Panita Pemungutan Suara, Desa Tabbinjai, Kabupaten Gowa, Sul-sel)

*Tulisan tersebut merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Tim Editor

Beritabenua
BeritabenuaEditor

Berita Terkait

Cover
Opini

Urban Farming di Bandung Dukung Kemandirian Pangan Kota

Rilwanu Rahman Alatas 10 hari lalu

Baca
Cover
Opini

Pertanian Perkotaan dan Kesejahteraan Masyarakat Kota Balikpapan

Muh Hawis Hakim 10 hari lalu

Baca
Cover
Opini

Pembungkaman Demokrasi di Tengah Pemilihan Bupati

Zulkifli 28 hari lalu

Baca
Cover
Opini

Netralitas Pemerintah Desa dalam Menyambut Pilkada 2024

Nazirah 29 hari lalu

Baca
Cover
Opini

Sebagai Sarana Perbaikan Atau Perebutan Kekuasaan “Jadilah Pemilih Cerdas”

Ibrahim sekitar 1 bulan lalu

Baca

Baru